Pandemi Covid-19 dan Virus Pertambangan di Indonesia

0
811

Atas nama Koalisi Masyarakat Sipil, beberapa orang menggelar aksi Hari Anti-Tambang 2020 dan Hari Lingkungan Hidup sedunia, di depan Kantor Gubernur Kaltim, pada Jumat (5/7/2020).

Diketahui, deklarasi bencana nasional wabah virus Corona disampaikan Presiden Joko widodo pertengahan April lalu. Menurut peserta aksi, Istana Negara seharusnya terdepan dalam melawan serta mencegah penyebaran pandemi Covid–19, namun dinilai justru membiarkan rakyat berperang dan berjuang sendiri.

Begitu juga, kata peserta aksi, para anggota DPR RI di Gedung Senayan. Alih-alih menemui para konstituennya yakni mayoritas buruh, petani, masyarakat adat, nelayan, mahasiswa, masyarakat miskin, justru yang dilakukan para wakil rakyat itu sebaliknya. Mereka memilih berkumpul di Gedung Senayan dan hotel membahas Revisi UU Minerba dan pada akhirnya mengesahkannya pada 12 Mei lalu.

“Pembahasan yang dilakukan secara rahasia, tertutup tanpa melibatkan partisipasi rakyat serta dilakukan secara marathon, nampak benar bahwa UU ini adalah pesanan dan titipan bandar batu bara yaitu para pengusaha (oligarki) yang mengurus republik ini,” ujar Pradarma Rupang, Dinamisator Jatam Kaltim.

Rupang menilai kini di masa pandemi, bukan keprihatinan serta empati yang ditunjukkan para legislator. Sebaliknya, memanfaatkan pandemi sebagai cara untuk giat dan produktif menghasilkan sejumlah UU yang anti-rakyat. “Padahal sebelum pandemi mereka-mereka ini sering kali bolos dan mangkir dalam rapat-rapat penting,” tambahnya.

Tidak berbeda kondisinya dengan di Kaltim. Pandemi Covid-19 yang semakin hari semakin menjadi, kata Rupang, tidak menjadikan para legislator di Gedung Karangpaci peka dan peduli. Bukannya menunda atau menghentikan pembahasan Raperda RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil) Kaltim, yang lebih banyak merugikan kepentingan nelayan serta masyarakat pesisir di kota dan kabupaten di Kaltim. 

WABAH VIRUS PERTAMBANGAN DI KALTIM

Pandemi Covid-19 akan diingat dalam sejarah Indonesia sebagai sebuah bercak hitam. Namun, sejatinya bencana akibat Covid-19 ditimbulkan dan datang bersamaan dengan Bencana-Bukan-Alami ciptaan ekstraktivisme tambang dan bisnis lahan skala luas lainnya. Berlangsung lebih dari setengah abad di bawah kendali para pengurus publik, gelombang penyebaran dan pendalaman kerusakan dari wabah virus pertambangan berlangsung 24 jam sehari, tanpa hari libur dan tanpa kurva yang melandai. Inilah yang disebut Rupang sebagai wabah virus pertambangan di Kaltim.

Bukan untuk satu-dua tahun seperti layaknya prediksi masa mewabahnya Covid-19, tapi untuk kurun waktu yang bahkan terlalu jauh ke depan. Daya rusak pertambangan beroperasi selayaknya wabah virus.

“Pertama, virus pertambangan akan mencari inang untuk tetap hidup, dengan hinggap dan menggerogoti ruang hidup warga, mengubahnya menjadi konsesi pertambangan,” tuturnya.

KALTIM JADI PUSAT WABAH VIRUS PERTAMBANGAN

Pertama adalah izin usaha pertambangan atau IUP. Izin ini diterbitkan para bupati dan wali kota pada masa silam dengan total luas lebih dari 4 juta hektare. Jenis izin kedua adalah perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara atau PKP2B. Konsesi ini diterbitkan pemerintah pusat dan terdiri dari beberapa generasi. Sebanyak 30 PKP2B beroperasi dengan luas 1 juta hektare. Daratan Kalimantan Timur yang tengah diserang oleh kerumunan virus pertambangan.

“Virus pertambangan seperti halnya virus Covid-19 juga bermutasi dalam perkembangannya. Cara virus pertambangan bermutasi salah satunya melalui pengenalan bahasa-bahasa yang terdengar baik dan ramah guna membalut bahayanya virus tambang ini, seperti tambang hijau (green mining) dan tambang yang berkelanjutan (sustainable mining),” ungkap Rupang.

Mutasi virus tambang lainnya adalah strategi industri ini dalam bermuslihat dengan warga melalui apa yang disebut tanggung-jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) yang merupakan upaya suap untuk mendapatkan persetujuan warga. Tipu muslihat industri tambang terhadap publik bermutasi dari waktu ke waktu, agar virus pertambangan menjadi lebih mudah menginfeksi dan diterima tanpa sadar oleh warga.


VAKSIN VIRUS PERTAMBANGAN BELUM DITEMUKAN

Sama halnya dengan virus Covid-19, virus pertambangan saat ini tidak memiliki vaksin, yang dapat mempertebal imunitas warga untuk bertahan dari virus pertambangan. Satu-satunya langkah yang bisa dilakukan agar terhindar dari virus pertambangan adalah dengan melakukan lockdown atau mengunci wilayah, sebagai bentuk boikot terhadap penularan virus pertambangan dengan berbagai carrier-nya yang datang masuk ke kampung.

Tak ada pilihan lain bagi warga jika tidak mau kehilangan sumber penghidupan utama. Apalagi, pemerintah daerah dan aparat keamanan condong berada di pihak perusahaan. Maka, solidaritas sosial antar warga kampung pun digalakkan, bahkan terhubung seluruh wilayah daratan dan perairan Kalimantan Timur.

“Solidaritas antarwarga inilah yang meningkatkan imunitas sosial-ekologis warga. Maka dari itu, pada Hari Anti-Tambang, 29 Mei 2020, kami mengajak seluruh warga Bumi untuk mempertanyakan kembali apakah kita mau meneruskan eskalasi ekstraktivisme pemangsa ini. Inilah saatnya untuk menghentikan laju daya rusak wabah virus pertambangan, putus rantai penularan, hentikan perluasan pertambangan dan kunci (lockdown) wilayah serta perkuat imunitas simpul perlawanan-pemulihan rakyat,” pungkasnya.

Sumber: Selasar.co

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here