Pemerintah dan PT Pertamina (Persero) memastikan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite tidak mengalami kenaikan harga, meski harga minyak mentah dunia terus melonjak akibat konflik Rusia-Ukraina. Hal ini dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat yang saat ini banyak menggunakan Pertalite.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menjelaskan Pertamina sebagai BUMN yang berperan dalam mengelola energi nasional sangat mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dalam penetapan harga produk BBM.
“Kami sepenuhnya mendukung kebijakan pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional, sehingga meski harga minyak dunia menembus US$ 130 per barel, Pertamina terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk memutuskan harga Pertalite akan tetap di harga jual Rp 7.650 per liter,” ucap dia dalam keterangan tertulis, Rabu (9/3/2022).
Menurutnya, harga tersebut tidak berubah sejak tiga tahun terakhir dan saat ini porsi konsumsi Pertalite mencapai sekitar 50% dari total konsumsi BBM nasional. Sehingga pemerintah terus melakukan pembahasan untuk skenario kompensasi Pertalite agar stabilisasi harga Pertalite dapat terjaga.
Untuk mengurangi tekanan lonjakan harga minyak mentah dunia terhadap peningkatan biaya penyediaan BBM, lanjut Fajriyah, Pertamina melakukan berbagai efisiensi di segala lini, termasuk menekan biaya produksi BBM dalam negeri. Di antaranya memaksimalkan penggunaan minyak mentah domestik dan mengoptimalkan penggunaan gas alam untuk penghematan biaya energi, serta meningkatkan produksi kilang untuk produk yang bernilai tinggi.
Di samping itu, penyesuaian harga produk juga dilakukan secara selektif untuk BBM Non Subsidi seperti Pertamax Series maupun Dex Series yang porsi konsumsinya hanya sekitar 15% dari total konsumsi BBM Nasional. Jenis BBM ini pun sebagian besar dikonsumsi oleh kalangan konsumen menengah ke atas.
Ke depannya, kata dia, harga produk BBM ini akan terus disesuaikan secara rutin mengikuti harga pasar sesuai ketentuan pada Peraturan Menteri ESDM No. 62 tahun 2017.
“Pertamina sangat berhati-hati dalam menetapkan harga. Namun kami yakin segmen konsumen ini telah merasakan manfaat BBM berkualitas yang lebih hemat dan lebih baik untuk perawatan mesin kendaraan, sehingga dapat menerima harga yang selama ini tetap sangat kompetitif dibandingkan produk yang sejenis lainnya,” ujar dia.
Lebih lanjut, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan risiko global mengalami eskalasi akibat konflik Rusia-Ukraina dan mempengaruhi kenaikan harga komoditas energi, baik minyak mentah, batu bara, hingga gas.
“Peningkatan harga minyak mentah dunia tentunya berdampak terhadap APBN,” kata Isa.
Dia menjelaskan, secara keseluruhan kenaikan harga komoditas, termasuk Indonesian Crude Price (ICP), berdampak positif terhadap pendapatan negara, terutama PNBP. Namun demikian, kenaikan harga komoditas juga berdampak terhadap belanja negara.
“Terutama subsidi energi yang menjadikan ICP menjadi salah satu parameter utama dalam perhitungannya,” urainya.
Menurutnya, pemerintah akan memantau pergerakan harga minyak dunia dan mengukur dampaknya terhadap APBN. Pemerintah juga mengambil kebijakan secara menyeluruh dengan melihat dari sisi potensi penerimaan negara, beban terhadap belanja negara, serta konsekuensi terhadap pembiayaan anggaran.
“Tentu saja dengan tetap mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang saat ini baru pulih dari dampak pandemi Covid-19,” imbuhnya.
Isa juga menegaskan bahwa pemerintah akan terus melakukan monitoring perkembangan perekonomian, termasuk volatilitas harga komoditas terkini dalam rangka antisipasi kebijakan.
“Pemerintah akan memastikan respons kebijakan mengutamakan stabilitas perekonomian nasional dan menjaga supply barang kebutuhan pokok masyarakat, baik pangan maupun energi, serta menjaga keberlanjutan fiskal yang mendukung dunia usaha,” jelasnya.
Sumber asli: cnbcindonesia.com