Seputarenergi.com- Pemerintah terus berupaya mendorong transisi energi dalam rangka mengurangi emisi menuju Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
Sesuai dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) terbaru, Indonesia menaikkan target pengurangan emisi menjadi 31,89% di tahun 2030 mendatang dengan target dukungan internasional sebesar 43,20%.
Salah satu langkah terbaik melakukan transisi energi adalah dengan mengoptimalisasikan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT). Selain sebagai upaya pemenuhan komitmen NDC dan menggerakan transisi energi, penggunaan EBT ramah terhadap lingkungan.
Direktur Jenderal EBTKE KESDM Andriah Feby Misna menerangkan jika Indonesia sudah terlampau lama bergantung pada energi fosil. Sekarang saatnya berubah dengan mengurangi penggunaan energi fosil untuk mengurangi kenaikan suhu Bumi.
“Kita sama-sama tahu saat ini energi fosil menyebabkan begitu banyak dampak terhadap lingkungan karena polusi Co2 yang dihasilkan gas rumah kaca,” kata Feby dalam acara diskusi daring.
Feby melanjutkan, Indonesia memilki potensi EBT yang sangat besar, tersebar, dan beragam untuk mendukung ketahanan energi nasional, termasuk kaitannya dengan pencapaian target bauran EBT.
“Telah dimanfaatkan 0,3 persen dari total potensi sehingga peluang pengembangan EBT sangat terbuka. Terlebih di dukung isu lingkungan perubahan iklim dan peningkatan konsumsi listrik per kapita,” paparnya.
Feby mencontohkan, jika potensi hydro tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia, utamanya di Kalimantan Utara, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Papua.
Sedangkan, untuk potensi surya tersebar di seluruh wilayah Indonesia, terutama di NTT, Kalimantan Barat dan Riau. Daerah tersebut memiliki radiasi yang lebih tinggi dibanding daerah lainnya.
Sementara daerah yang memiliki potensi energi laut yang tinggi, diantaranya NTT, NTB dan Bali.
“Terakhir untuk daerah yang memilki potensi panas bumi tersebar pada kawasan Ring of Fire, meliputi, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Maluku,” pungkasnya.