Kabar miring tentang bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite jadi lebih boros mencuat usai mengalami kenaikan harga dari Rp7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter. Bahkan ada yang mengatakan BBM RON 89 milik SPBU Vivo lebih irit dibandingkan Pertalite.
Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman menjelaskan, pihaknya telah melakukan pengecekan langsung ke kilang Pertamina yang memproduksi satu-satunya jenis BBM bersubsidi.
“Kita sudah mengecek ke Pertamina juga, dan kualitas di kilang, dan kualitas produk yang dijual di Indonesia itu tetap sama,” ujar Saleh dalam acara diskusi virtual dikutip dari channel Youtube di Jakarta, Kamis (13/10).
Hasil pengecekan BPH Migas, sesuai dengan klarifikasi sebelumnya telah disampaikan pihak Pertamina yang menyatakan kualitas Pertalite tak pernah berubah. “Sudah diklarifikasi oleh Pertamina sebenarnya dan sudah clear, bahwa kualitas Pertalite yang dijual setahun lalu, 6 bulan lalu, hari ini itu sama,” sambungnya.
“Prinsipnya, tidak mungkin Pertamina mengeluarkan produk yang tidak sesuai ketentuan. Itu sudah diatur di Keputusan Dirjen Migas tentang Standar Kualitas Jenis-jenis BBM yang boleh beredar di Indonesia,” ucapnya.
Maka dari itu, apabila muncul isu yang menyebutkan bahwa konsumen Pertamina yang membeli Pertalite untuk kendaraan bermotornya, dan setelah dipakai dirasa cepat habis, hanya karena sugesti kenaikan harga yang kini berlaku Rp10.000 per liter.
“Kalau kemarin kita ngisi seratus ribu dapatnya lebih banyak, tapi ketika harganya jadi Rp10 ribu dapatnya lebih kecil, ya mungkin itu karena perbedaan harga itu,” tuturnya.
PT Pertamina (Persero) ditugaskan pemerintah untuk mengatur konsumsi BBM subsidi dengan cara pengguna mendaftar melalui aplikasi MyPertamina. Penggunaan aplikasi ini juga untuk memastikan konsumen BBM subsidi lebih tepat sasaran.
“Sampai dengan hari kemarin yang sudah mendaftar ini sekitar 2,8 juta, angka ini hanya 8,8 persen, di mana dari yang mendaftar 65 persen diterima dalam artian mendapatkan QR code, sementara ada juga yang belum diterima,” Papar Zibali.
Zibali menambahkan, hingga saat ini pendaftar terus bertambah. Namun, masih banyak yang belum diterima. Salah satu faktornya yaitu tidak terbacanya foto STNK atau KTP pendaftar.
“Kemudian antara foto roda kendaraan tidak sinkron dan juga foto nopol kendaraan tidak sesuai,” tambahnya.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno mengatakan persoalan BBM Subsidi selalu menjadi permasalahan karena kebijakan mensubsidi produk dinilai kurang tepat. Salah satunya seperti selalu adanya protes setiap kali ada kenaikan BBM Subsidi.
“Kita di DPR dan juga Pemerintah saat dihadapkan oleh demo masyarakat soal kenaikan BBM. Tentu kita menghargai dan menghormati itu sebagai hak masyarakat yang dilindungi institusi. Namun jika kita mau bijak (bukan berarti saya membela) seharusnya demo juga itu yang tidak berhak mengonsumsi BBM subsidi,” katanya dalam forum yang sama.
Dia juga mendesak pemerintah untuk segera merevisi Peraturan Presiden (Perpres) 191 tahun 2014 terkait penyediaan, pendistribusian dan harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
“Dalam waktu dekat, Perpres 191 tahun 2014 ini harus segera direvisi, agar kita bisa mengetahui siapa saja yang berhak mendapatkan BBM subsidi ini. Sebab selama ini mereka tidak mengetahui ada tidaknya larangan atau aturan untuk menghentikan mereka, sehingga bagi mereka (yang tidak berhak) tidak lagi mengonsumsi BBM subsidi,” katanya.
Sumber asli: merdeka.com